Kisah dan Teladan Santo Tarsisius (15 Agustus) Beserta Arti dan Variasi Nama | Martir Muda dan Pelindung Misdinar
Jika kita mencari seorang Santo atau santa Pelindung bagi Para Misdinar sebagai Pelayan Altar, atau Semangat Spiritual bagi seseorang yang memiliki jiwa penghormatan akan
Sakramen Maha Kudus yang begitu dalam. Mungkin Teladan Santo Tarsisius inilah yang dapat menjadi inpirasi bagi anda sekalian.
Santo Tarsisius merupakan seorang pelayan altar (akolit) dan martir muda belia yang rela mati karena keberaniannya mempertahankan Hosti atau sakramen mahakusus jatuh ke tangan orang yang bertanggung jawab, atau para orang pembenci Kristus.
Kisahnya secara runtut tak tercatat begitu jelas, namun ada sebuah catatan kecil sebuah prasasti metrikal berupa puisi yang dibuat oleh Paus Damasus I, seorang yang menjadi paus sekitar satu abad setelah peristiwa kemartiran Santo Tarsisius
"Per meritum, quicumque legis, cognosce duorum,
quis Damasus rector titulos post praemia reddit.
Iudaicus populus Stephanum meliora monentem
perculerat saxis, tulerat qui ex hoste tropaeum,
martyrium primus rapuit levita fidelis.
Tarsicium sanctum Christi sacramenta gerentem
cum male sana manus premeret vulgare profanis,
ipse animam potius voluit dimittere caesus''
prodere quam canibus rabidis caelestia membra"
(Damasi Epigrammata, Maximilian Ihm, 1895, n. 14)
Puisi itu yang bisa diartikan secara ringkas yaitu ketika sebuah kelompok jahat fanatik melempari diri Tarsisius yang membawa Ekaristi, ingin Sakramen itu tak dicemarkan, anak laki-laki itu lebih suka memberikan nyawanya daripada memberikan Tubuh Kristus kepada para anjing liar.
Kisah kemartirannya tersebut oleh Paus Damasus juga sering dibandingkan dengan kisah Santo Stefanus, Martir pertama yang sama sama menerima kemartiran dengan cara dirajam demi mempertahankan iman mereka kepada Kristus.
Santo Stefanus mati karena iman akan Kristus dan dilempari batu hingga meninggal oleh orang Yahudi di Yerusalem, sedangkan Santo Tarsisius mati dengan dilempari batu juga namun karena mempertahankan Sakramen Mahakudus.
Selain dari sumber dari penggalan puisi yang ditulis oleh Paus Damasus, berkembang juga dalam tradisi berupa cerita hidup yang terbatas disaat menuju kemartiran tersebut. Berikut Kisahnya:
Ia adalah seorang Kristiani yang juga seorang pelayan altar (akolit).
Pada masa itu adalah masa dimana banyak penganiyaaan bagi umat Kristiani. Sehingga Umat Kristiani saat itu dalam melakukan perjamuan kudus bersama para imam harus tersembunyi dari orang-orang romawi yang benci kepada mereka.
Kemartiran Tarsisius ini diawali dari sebuah cerita kebiasaan Misa yang biasa dilakukan setiap pagi oleh umat Kristiani disebuah tempat tersembunyi.
Suatu pagi ketika Tarisisus hendak mengikuti misa tersebut, di sebuah Katakombe dari sebuah makam bawah tabah yang dijadikan Kapel, ia mengetuk sebuah dinding batu sambil melihat sekeliling memastikan ia masuk dengan aman ke katakombe tersebut.
Setelah aman ia masuk berjalan dan merangkak untuk misa dan bertemu dengan banyak umat kristiani yang berdoa di sana.
Sesampainya ia di sana dan berkumpul, munculah seorang imam (tradisi lain: Paus yang memimpin misa itu) yang bersama sama dengan mereka merayakan perjamuan Tuhan.
Di saat perjamuan itu, setiap kali Imam mengucapkan konskreasi “Makanlah dan minumlah, inilah Tubuh-Ku, inilah Darah-Ku”, Tarsisius merasa begitu Damai, dan merasa begitu bahagia menerima hosti yang merupakan Tubuh Kristus sendiri dalam perjamuan tersebut.
Ada sebuah kebiasaan setelah misa, Imam tersebut memberikan sebuah semangat pada para pengikutnya untuk menghidupi iman bahwa Hosti kudus adalah sebuah kerinduan akan perjumpaan dengan Kristus sendiri. Dan Kerinduan ini juga, didambakan oleh para tahanan kristiani yang berada di penjara sebelum menerima ajalnya.
Sang imam meyerukan "Kita sama seperti saudara-saudara kita yang rela mati demi iman akan Tuhan yang bangkit. Saat ini mereka sedang dalam penjara. Besok, mereka akan dilemparkan ke tengah singa lapar. Mereka hanya berharap agar sebelum mati di mulut singa- singa lapar itu, mereka menerima santapan kekal, Tubuh Tuhan yang Mahakudus. Siapakah yang rela ke penjara mengantar roti kudus ini?"
Mendengarkan hal itu, umat kristiani yang saat itu mengikuti misa saling memandang ketakutan.
Mereka mengkhawatirkan kalau, sang Imam sendiri yang akan menghantar hosti itu untuk para tawanan di penjara. Salah satu dari umat berkata: “Pastor, Anda tak boleh pergi. Pastor pasti ditangkap,”.
Dari umat lain yang juga seorang serdadu Roma yang baru saja bertobat dan menjadi Kristiani, menawarkan diri untuk melakukan tugas itu, namun juga dilarang karena pasti serdadu tersebut sedang dalam pencarian sebagai serdadu yang membelot.
Melihat situasi tersebut, seorang lelaki muda belia yaitu Tarsisius mencoba mengambil tugas tersebut. Tanpa bersuara, Tarsisisu menganggukkan kepala kepada ibunya, yang menandakan bahwa ia ingin mengambil tugas tersebut. Dan ibunya pun mengerti apa yang dimaksudkan Tarsisisus.
Tarsisisu berdiri dan berkata “Pastor, biarkan aku ke sana membawa Tubuh Kristus untuk saudara-saudara kita.” Pastor menggeleng, “Engkau masih terlalu kecil. Kalau serdadu Romawi menangkapmu, apa yang akan kau perbuat?”
Walaupun dijawab oleh pastor tersebut seperti itu, Tarsisisus mencoba meyakinkannya: “Percayalah, Pastor. Saya akan berhati-hati dan menjaga Ekaristi Mahakudus ini supaya tiba dengan selamat.”
Mendengar jawaban itu dan sebuah keberanian yang nampak dalam diri Tarsisius, akhirnya sang pastor/imam memberikan tugas itu kepada Tarsisius. Ia membungkus Sakramen Mahakudus dan memberikannya kepada Tarsisius.
Perjalanan mengatar Ekaristi Kudus tersebut dimulainya, dan tanpa diketahui Tarsisius, mantan tentara romawi yang baru saja bertobat tadi mengikuti dan mengawasi dari jauh dibelakangnya.
Pertama saat ia melewati tentara romawi, dan bisa dilalui dengan mudah dan selamat. Selanjutnya, kejadian yang tak terduga adalah saat melewati sebuah lapangan dan bertemu dengan teman-teman sebaya sepermainannya.
Mereka mengajaknya untuk bermain bersama, namun Tarsisius menolaknya, karena sedang mengemban tugas membawa Ekaristi kudus.
Mereka terus memaksa, dan Tarsisius tetap menolaknya. Teman-temannya sangat heran dengan Tarsisius, mereka mengerumuni Tarsisius.
Dan ketika mereka melihat Tarsisius memegang sesuatu di tanggannya, mereka mencoba memegang tangan Tarsisis dan ingin melihat apa yang dibawanya.
Semakin teman-temannya untuk melihatnya, semakin kuat pula Tarsisius memegang dan melindungi apa yang dibawanya itu. Bahkan sampai Tarsisius terjatuh ditanah.
Anak-anak itu begitu terlihat kesal melihat tarsisius yang dengan kuat mempertahankan apa yang dipegangnya. Mereka terus memaksa dan berkata “Ayo kita buktikan siapa yang paling kuat!”
Mereka begitu geram dan brutal sampai akhirnya merejam Tarsisius dengan melemparinya dengan batu berkali kali, bahkan sampai tak sadarkan diri.
Saat Tarsisius terlihat lemah dan tak sadarkan diri, tiba-tiba terdengar suara dari mantan tentara yang baru bertobat tadi yang mengikutinya “Berhenti! Mengapa kalian menganiaya dia?”. Anak-anak itu lari terbirit-birit
Ia lalu menggendong Tarsisius yang sudah tak sadarkan diri dan memanggilnya "Tarsisius, tarsisius...". Tarsisius membuka matanya yang memar dan berkata pelan, “Tubuh Kristus masih di tanganku.” Setelah mengatakan itu, Tarsisius menutup matanya
Saat itu, Tarsisius langsung dibawa menuju ke katakombe, namun sebelum sampai, ia sudah meninggal dalam perjalanan tersebut.
Awalnya Tarsisius di makamkan di di katakomba San Callisto, tetapi kini sisa peninggalannya berada di Gereja San Silvestro di Capite di Roma.
Santo diperingati pada tanggal 15 Agustus yang berbsamaan dengan peringatan atau pesta besar "Santa Perawan Maria diangkat kesurga ", sehingga peringatan Santo Tarsisius dalam penanggalan Kalender Liturgi Umum Romawi (juga dalam hari peringatan di Buku Puji Syukur ) tidak disebutkan disana, namun hanya diperingati dalam Martirologi Romawi.
Mungkin diturunkan dari nama Yunani : “Tarsikos” yang berarti : “Orang Tarsus” atau “Berasal dari Tarsus”.
Tarsus adalah nama sebuah kota Yunani pada abad pertama.
Santo Tarsisius merupakan seorang pelayan altar (akolit) dan martir muda belia yang rela mati karena keberaniannya mempertahankan Hosti atau sakramen mahakusus jatuh ke tangan orang yang bertanggung jawab, atau para orang pembenci Kristus.
Kisahnya secara runtut tak tercatat begitu jelas, namun ada sebuah catatan kecil sebuah prasasti metrikal berupa puisi yang dibuat oleh Paus Damasus I, seorang yang menjadi paus sekitar satu abad setelah peristiwa kemartiran Santo Tarsisius
"Per meritum, quicumque legis, cognosce duorum,
quis Damasus rector titulos post praemia reddit.
Iudaicus populus Stephanum meliora monentem
perculerat saxis, tulerat qui ex hoste tropaeum,
martyrium primus rapuit levita fidelis.
Tarsicium sanctum Christi sacramenta gerentem
cum male sana manus premeret vulgare profanis,
ipse animam potius voluit dimittere caesus''
prodere quam canibus rabidis caelestia membra"
(Damasi Epigrammata, Maximilian Ihm, 1895, n. 14)
Puisi itu yang bisa diartikan secara ringkas yaitu ketika sebuah kelompok jahat fanatik melempari diri Tarsisius yang membawa Ekaristi, ingin Sakramen itu tak dicemarkan, anak laki-laki itu lebih suka memberikan nyawanya daripada memberikan Tubuh Kristus kepada para anjing liar.
Kisah kemartirannya tersebut oleh Paus Damasus juga sering dibandingkan dengan kisah Santo Stefanus, Martir pertama yang sama sama menerima kemartiran dengan cara dirajam demi mempertahankan iman mereka kepada Kristus.
Santo Stefanus mati karena iman akan Kristus dan dilempari batu hingga meninggal oleh orang Yahudi di Yerusalem, sedangkan Santo Tarsisius mati dengan dilempari batu juga namun karena mempertahankan Sakramen Mahakudus.
Selain dari sumber dari penggalan puisi yang ditulis oleh Paus Damasus, berkembang juga dalam tradisi berupa cerita hidup yang terbatas disaat menuju kemartiran tersebut. Berikut Kisahnya:
Kisah Hidup Santo Tarsisius
Tarsisius yang masih muda berumur 10 tahun ini tercatat hidup di Italia, Roma, pada masa pemerintahan Kaisar Valerianus, di abad ke tiga.Ia adalah seorang Kristiani yang juga seorang pelayan altar (akolit).
Pada masa itu adalah masa dimana banyak penganiyaaan bagi umat Kristiani. Sehingga Umat Kristiani saat itu dalam melakukan perjamuan kudus bersama para imam harus tersembunyi dari orang-orang romawi yang benci kepada mereka.
Kemartiran Tarsisius ini diawali dari sebuah cerita kebiasaan Misa yang biasa dilakukan setiap pagi oleh umat Kristiani disebuah tempat tersembunyi.
Suatu pagi ketika Tarisisus hendak mengikuti misa tersebut, di sebuah Katakombe dari sebuah makam bawah tabah yang dijadikan Kapel, ia mengetuk sebuah dinding batu sambil melihat sekeliling memastikan ia masuk dengan aman ke katakombe tersebut.
Setelah aman ia masuk berjalan dan merangkak untuk misa dan bertemu dengan banyak umat kristiani yang berdoa di sana.
Sesampainya ia di sana dan berkumpul, munculah seorang imam (tradisi lain: Paus yang memimpin misa itu) yang bersama sama dengan mereka merayakan perjamuan Tuhan.
Di saat perjamuan itu, setiap kali Imam mengucapkan konskreasi “Makanlah dan minumlah, inilah Tubuh-Ku, inilah Darah-Ku”, Tarsisius merasa begitu Damai, dan merasa begitu bahagia menerima hosti yang merupakan Tubuh Kristus sendiri dalam perjamuan tersebut.
Ada sebuah kebiasaan setelah misa, Imam tersebut memberikan sebuah semangat pada para pengikutnya untuk menghidupi iman bahwa Hosti kudus adalah sebuah kerinduan akan perjumpaan dengan Kristus sendiri. Dan Kerinduan ini juga, didambakan oleh para tahanan kristiani yang berada di penjara sebelum menerima ajalnya.
Sang imam meyerukan "Kita sama seperti saudara-saudara kita yang rela mati demi iman akan Tuhan yang bangkit. Saat ini mereka sedang dalam penjara. Besok, mereka akan dilemparkan ke tengah singa lapar. Mereka hanya berharap agar sebelum mati di mulut singa- singa lapar itu, mereka menerima santapan kekal, Tubuh Tuhan yang Mahakudus. Siapakah yang rela ke penjara mengantar roti kudus ini?"
Mendengarkan hal itu, umat kristiani yang saat itu mengikuti misa saling memandang ketakutan.
Mereka mengkhawatirkan kalau, sang Imam sendiri yang akan menghantar hosti itu untuk para tawanan di penjara. Salah satu dari umat berkata: “Pastor, Anda tak boleh pergi. Pastor pasti ditangkap,”.
Dari umat lain yang juga seorang serdadu Roma yang baru saja bertobat dan menjadi Kristiani, menawarkan diri untuk melakukan tugas itu, namun juga dilarang karena pasti serdadu tersebut sedang dalam pencarian sebagai serdadu yang membelot.
Melihat situasi tersebut, seorang lelaki muda belia yaitu Tarsisius mencoba mengambil tugas tersebut. Tanpa bersuara, Tarsisisu menganggukkan kepala kepada ibunya, yang menandakan bahwa ia ingin mengambil tugas tersebut. Dan ibunya pun mengerti apa yang dimaksudkan Tarsisisus.
Tarsisisu berdiri dan berkata “Pastor, biarkan aku ke sana membawa Tubuh Kristus untuk saudara-saudara kita.” Pastor menggeleng, “Engkau masih terlalu kecil. Kalau serdadu Romawi menangkapmu, apa yang akan kau perbuat?”
Walaupun dijawab oleh pastor tersebut seperti itu, Tarsisisus mencoba meyakinkannya: “Percayalah, Pastor. Saya akan berhati-hati dan menjaga Ekaristi Mahakudus ini supaya tiba dengan selamat.”
Mendengar jawaban itu dan sebuah keberanian yang nampak dalam diri Tarsisius, akhirnya sang pastor/imam memberikan tugas itu kepada Tarsisius. Ia membungkus Sakramen Mahakudus dan memberikannya kepada Tarsisius.
Perjalanan mengatar Ekaristi Kudus tersebut dimulainya, dan tanpa diketahui Tarsisius, mantan tentara romawi yang baru saja bertobat tadi mengikuti dan mengawasi dari jauh dibelakangnya.
Pertama saat ia melewati tentara romawi, dan bisa dilalui dengan mudah dan selamat. Selanjutnya, kejadian yang tak terduga adalah saat melewati sebuah lapangan dan bertemu dengan teman-teman sebaya sepermainannya.
Mereka mengajaknya untuk bermain bersama, namun Tarsisius menolaknya, karena sedang mengemban tugas membawa Ekaristi kudus.
Mereka terus memaksa, dan Tarsisius tetap menolaknya. Teman-temannya sangat heran dengan Tarsisius, mereka mengerumuni Tarsisius.
Dan ketika mereka melihat Tarsisius memegang sesuatu di tanggannya, mereka mencoba memegang tangan Tarsisis dan ingin melihat apa yang dibawanya.
Semakin teman-temannya untuk melihatnya, semakin kuat pula Tarsisius memegang dan melindungi apa yang dibawanya itu. Bahkan sampai Tarsisius terjatuh ditanah.
Anak-anak itu begitu terlihat kesal melihat tarsisius yang dengan kuat mempertahankan apa yang dipegangnya. Mereka terus memaksa dan berkata “Ayo kita buktikan siapa yang paling kuat!”
Mereka begitu geram dan brutal sampai akhirnya merejam Tarsisius dengan melemparinya dengan batu berkali kali, bahkan sampai tak sadarkan diri.
Saat Tarsisius terlihat lemah dan tak sadarkan diri, tiba-tiba terdengar suara dari mantan tentara yang baru bertobat tadi yang mengikutinya “Berhenti! Mengapa kalian menganiaya dia?”. Anak-anak itu lari terbirit-birit
Ia lalu menggendong Tarsisius yang sudah tak sadarkan diri dan memanggilnya "Tarsisius, tarsisius...". Tarsisius membuka matanya yang memar dan berkata pelan, “Tubuh Kristus masih di tanganku.” Setelah mengatakan itu, Tarsisius menutup matanya
Saat itu, Tarsisius langsung dibawa menuju ke katakombe, namun sebelum sampai, ia sudah meninggal dalam perjalanan tersebut.
Awalnya Tarsisius di makamkan di di katakomba San Callisto, tetapi kini sisa peninggalannya berada di Gereja San Silvestro di Capite di Roma.
Santo diperingati pada tanggal 15 Agustus yang berbsamaan dengan peringatan atau pesta besar "Santa Perawan Maria diangkat kesurga ", sehingga peringatan Santo Tarsisius dalam penanggalan Kalender Liturgi Umum Romawi (juga dalam hari peringatan di Buku Puji Syukur ) tidak disebutkan disana, namun hanya diperingati dalam Martirologi Romawi.
Ringkasan Riwayat Santo Tarsisius
Ia adalah Seorang seorang pelayan altar (akolit) dan Martir.Lahir:Hidup di abad ke-3 Peringatan : 15 Agustus Lambang:- Kanonisasi: Pre-Congregation
Variasi Nama Tarsisius
Tarcisius,Tarkisius, Tarsitius, Tarzisius, Tharcisius (Late Roman), Tarcisio (Italian), Tarcisio (Spanish), TarcĂsio (Portuguese).
Arti nama Tarsisius
Tarsisius berasal dari kata latin : “Tharsicius”.Mungkin diturunkan dari nama Yunani : “Tarsikos” yang berarti : “Orang Tarsus” atau “Berasal dari Tarsus”.
Tarsus adalah nama sebuah kota Yunani pada abad pertama.
Posting Komentar untuk "Kisah dan Teladan Santo Tarsisius (15 Agustus) Beserta Arti dan Variasi Nama | Martir Muda dan Pelindung Misdinar"